-->

Digitalisasi Berikan Pengaruh Besar Terhadap Inflasi

JAKARTA, LELEMUKU.COM - Perkembangan sains dan teknologi menjadi hal yang sulit dipisahkan dalam kehidupan dewasa ini. Perkembangan era digitalisasi yang sudah merambah ke seluruh negara itu tidak mungkin dihindari kalau tidak ingin tertinggal dalam berbagai bidang.
   
Perkembangan digital dan internet yang semakin maju telah merubah gaya hidup manusia 180 derajat dengan cepat dan mudah mendapatkan informasi, termasuk juga memperoleh kebutuhan sehari-hari masyarakat yang dengan hitungan jam dapat tersedia di rumah.
   
Kehadiran handphone berbasis android, telah memunculkan banyak aplikasi yang tujuannya untuk memperkuat sistem informasi yang diterapkan oleh setiap perusahaan dalam memberikan kemudahan dalam pelayanan, termasuk oleh pemerintah dan dunia perbankan.
   
Layanan seperti Go-jek yang sudah menyebar di kota-kota seperti Jakarta dan Serang sebagai ibu kota Provinsi Banten, hanya menggunakan aplikasi dengan fitur-fitur yang dibuat, telah memberikan kemudahan dan keuntungan bagi konsumen yang memerlukannya. Melalui komunikasi tanpa suara, hanya menekan petunjuk yang sudah tertera pada aplikasi tersebut melalui handphone android sesuai dengan permintaan, maka pengendara Go-jek dengan segera dapat memenuhi keinginan konsumen tersebut.
   
Itu salah satu contoh betapa pentingnya menguasai teknologi informasi yang dari tahun ke tahun terus berkembang, yang bila dimanfaatkan dengan baik akan menghasilkan keuntungan yang besar, namun sebaliknya bila dimanfaatkan untuk hal yang tidak baik tentu akan merugikan banyak orang, termasuk dirinya sendiri.
   
Teknologi informasi saat ini sudah dimanfaatkan oleh segala bidang, baik bidang ekonomi, hukum, sosial, pendidikan, kesehatan, maupun di pemerintahan. Bahkan bidang politik juga memanfaatkan teknologi tersebut, termasuk di dunia perbankan, yang bisa berdampak positif juga negatif kalau tidak bisa memanfaatkannya dengan baik.
   
Oleh karena itu tidaklah heran bila Bank Indonesia menanggapi serius terhadap perkembangan yang pesat di era digital ini, seperti yang disampaikan Asisten Gubernur Bank Indonesia Dyah Nastiti pada pertemuan dengan 580 wartawan se-Indonesia pada kegiatan "pelatihan wartawan daerah" di Jakarta, 19-22 November 2017, yang berjanji akan mengkaji dampak digitalisasi terhadap perekonomian.
   
Dyah mengaku sangat mengkhawatirkan perkembangan digital yang semakin canggih, karena orang tidak lagi peduli dengan koran dan menonton di televisi. Semua sudah tertera di handphone android masing-masing, bahkan 65 persen dari jumlah penduduk Indonesia di bawah 39 tahun yang hidup dan dibesarkan di era tersebut semakin gemar menggunakan internet, bahkan dalam sehari ia habiskan waktunya 3 jam 44 menit hanya untuk melihat yang tertera di internet.
   
Peran media online juga sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan ekonomi, bahkan sebaliknya akan dapat merusak tatanan perekonomian bila yang disampaikan tidak sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh si narasumber.
   
Dyah Nastiti berharap media sebagai jembatan penghubung dapat menyampaikan kebijakan Bank Indonesia secara utuh dan benar agar dapat diserap dengan mudah oleh masyarakat. "Kita menginginkan program yang ada dapat diketahui oleh masyarakat luas baik secara nasional maupun internasional," ujar dia.
   
Besarnya pengaruh media online terhadap pemberitaan juga dibenarkan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir yang mengaku dari berita itu telah mempengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan.

"Sebagai contoh rencana pemerintah mengkaji subsidi tabung gas isi 3 kg yang ternyata juga digunakan masyarakat berpenghasilan tinggi. Begitu berita itu muncul maka persediaan gas 3 kg langka di pasar dan otomatis harganya melonjak tinggi," katanya.
   
Pengaruh Terhadap Inflasi Kehadiran digitalisasi secara langsung tentu tidak berdampak terhadap naik turunnya inflasi. Secara ilmu ekonomi yang umum diketahui masyarakat, inflasi adalah proses kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi, sebaliknya bila harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan disebut deflasi.
   
Jadi, inflasi akan terjadi bila harga sejumlah barang dan jasa mengalami kenaikan secara terus menerus. Namun kita perlu mengetahui penyebab naiknya harga suatu barang yang bisa disebabkan oleh kelangkaan barang tersebut dipasaran, permintaan konsumen berlebihan sementara persediaan barang terbatas seperti memasuki bulan puasa dan lebaran, tersendatnya distribusi, kurangnya informasi sehingga tidak mengetahui perkembangan harga di tempat lain, atau pengaruh informasi yang salah sehingga barang yang ada ditimbun.
   
Pengaruh informasi yang salah ada kaitannya dengan era digital, seperti kasus yang diutarakan Iskandar Simorangkir terhadap tabung gas 3 kg, yang berdampak terhadap naiknya harga sampai dua kali lipat karena kelangkaan barang dipasar, salah satu contoh bahwa media online dan media sosial sangat berpengaruh kuat terhadap perkembangan harga.
   
Perkembangan harga di daerah terutama di tingkat kabupaten dan kota jelas berpengaruh terhadap inflasi di tingkat provinsi. Begitu juga perkembangan harga di tingkat provinsi akan mempengaruhi tingkat inflasi secara nasional.
   
Dibentuknya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang diharuskan dimiliki setiap kabupaten dan kota sangat membantu memantau perkembangan harga di masing-masing wilayahnya.
   
Bank Indonesia sangat memperhatikan perkembangan inflasi tersebut karena Bank Indonesia memiliki tujuan tunggal yaitu "mencapai dan Memelihara Kestabilan Nilai Rupiah", sesuai dengan undang-undang RI tentang Bank Indonesia No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 dan UU No.6 tahun 2009.
   
Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi menyebutkan kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa tercermin dari perkembangan laju inflasi, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
   
"Inflasi rendah maka berdampak terhadap pendapatan naik yang berimbas kepada peningkatan kesejahteraan," kata Yoga.
   
Bagaimana memantau perkembangan inflasi di tiap kabupaten dan kota agar setiap hari dapat diketahui oleh pemimpin daerah mulai dari bupati, walikota sampai gubernur.
   
Disinilah era digital masuk, Bank Indonesia memanfaat teknologi informasi ini dengan membuat aplikasi mobile phone berbasis android yang diberi nama "SiHaTi" atau Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi yang sudah dicetuskan sejak Tahun 2013.
   
Adalah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah meluncurkan aplikasi android tersebut untuk menginformasikan harga di provinsi tersebut. Aplikasi itu bisa digunakan untuk memonitor harga bahan pangan terkini.
   
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada acara Pelatihan Wartawan Daerah mengatakan bahwa Sihati yang telah dilengkapi dengan "virtual meeting" dalam aplikasi platform berbasis android supaya orang-orang terkait, terutama bupati dan walikota bisa langsung mengambil aksi terhadap pergerakan harga yang ada.
   
"Jika di suatu kabupaten atau kota ada kenaikan harga yang cukup tinggi, maka saya bisa berinteraksi langsung dengan bupati atau walikotanya, apa penyebab kenaikan harga tersebut, dan saat itu kita carikan solusinya agar harga barang tersebut kembali stabil," kata Ganjar.
   
Ganjar mengaku ia dapat memantau langsung perkembangan harga di tiap kabupaten dan kota melalui telepon genggam secara cepat dan mudah, dan disaat itu pula ia bisa berinteraksi dengan bupati dan walikota yang diwilayahnya terjadi gejolak harga, karena sudah dilengkapi dengan virtual meeting yang memudahkan melakukan koordinasi dan komunikasi serta mengambil keputusan dengan cepat tanpa harus melakukan pertemuan fisik antar pemangku kepentingan.
   
Apakah ada kaitannya dengan Sihati, yang jelas Jawa Tengah berhasil mengendalikan inflasi dalam level yang rendah, yang sejak tahun 2013 sampai 2016 dibawah angka nasional. Tahun 2013 inflasi Jateng 7,99 persen sementara nasional 8,33 persen, kemudian tahun 2014 inflasi Jateng 8,22 persen (nasional 8,33 persen), tahun 2015 Jateng 2,73 persen (nasional 3,35 persen), dan tahun 2016 Jateng 2,36 persen (nasional 3,02 persen).
   
Keberhasilan Jateng mengendalikan inflasi itu mendapat penghargaan TPID Inovatif 2016 oleh Presiden Republik Indonesia.
   
Sihati bisa jadi efektif mempengaruhi tingkat inflasi daerah, dan keberhasilan Jateng bisa diterapkan pemerintah provinsi lainnya di seluruh tanah air ini. Pengaruh era digital seperti hadirnya Sihati yang memanfaatkan aplikasi berbasis android tampaknya secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan tingkat harga di setiap daerah, yang tentu juga mampu mengendalikan inflasi. (Antara)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel