Tahun 2022: Momentum Pemulihan Nasional
Pada
Thursday, December 30, 2021
Edit
Hampir serupa dengan tahun 2020, tahun 2021 juga masih di bawah bayang-bayang pandemik Covid-19, walaupun dengan tekanan yang pelan-pelan mulai mengendor. Sepanjang tahun 2021, kita mulai menyaksikan proses pemulihan ekonomi secara bertahap. Sekali dua kali bertemu dengan pengetatan aturan lantaran peningkatan angka inflasi yang berakibat kontraksi. Tapi secara keseluruhan, proses pemulihan ekonomi berjalan dengan baik.
Kantor dan perusahaan satu persatu mulai beraktivitas normal, dengan aturan protokol kesehatan yang baru. Para pedagang mulai membuka lapak dan toko mereka, seiring dengan fakta konsumen yang juga mulai keluar rumah untuk berbelanja. Karena itu, kita kembali menyaksikan penyesakan kendaraan di jalan-jalan utama kota-kota besar, terutama Jakarta. Keramaian juga kembali nyaris seperti semula sebelum pandemik di stasiun-stasiun kereta dan terminal bus.
Di tahun 2021, berbagai harapan mulai kembali bersemi. Meski begitu, kita tidak boleh lengah. Karena pandemik sama sekali belum berakhir. Beberapa prediksi bahkan menyatakan bahwa Virus Covid-19 mungkin akan tetap bersama kita dalam jangka waktu yang cukup lama dengan penambahan beberapa varian Covid 19 yang membayangi. Jadi dengan asumsi itu, kita memang harus memilih untuk berubah. Selama kita belum mampu menaklukkan virus Covid-19, maka kita harus belajar menyesuaikan diri. Kita mau tak mau harus berinisiatif untuk terus beradaptasi.
Kita, sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab, bagaimanapun harus bahu-membahu dengan otoritas terkait, untuk menegakkan protokol kesehatan sebagaimana tuntutan keadaan, tanpa harus mempertentangkannya dengan idealitas demokrasi. Ada perbedaan yang tetap harus kita jaga dan kita kelola dengan baik, tapi ada kesamaan yang juga perlu kita pertahankan dengan sekuat tenaga, agar kita bisa bergerak ke arah yang sama, yakni ke arah keadaan yang lebih baik
Dengan kata lain, tentu kita harus menjaga suasana demokrasi dalam segala bidang, kita harus tetap menjunjung perbedaan pandangan, misalnya dalam hal kebijakan politik dan ekonomi, termasuk kebijakan-kebijakan tertentu yang terkait dengan pandemik, tapi kita pun harus bersepakat dan mengakui dengan hati yang bersih bahwa pandemik Covid-19 adalah masalah kita semua, tanpa pandang bulu. Pandemik adalah ancaman untuk semua umur, semua suku, semua kelas ekonomi, karena itu irisan pandangan terkait ancaman Covid-19 harus kita jaga agar kira semua tetap fokus mengatasinya
Dan di tahun 2021, kita terbilang berhasil meletakkan kesamaan pandangan tersebut sebagai “common ground” untuk menghadang laju infeksi Covid-19. Pemerintah terlihat cukup sensitif menerima berbagai masukan publik terkait kebijakan-kebijakan antisipasi dampak lanjutan pandemik di satu sisi, walaupun masih cenderung toleran pada partisipasi beberapa pejabat dalam peluang-peluang bisnis dari pandemik di sisi lain. Meski demikian, kita masih mampu mempertahankan harmoni dan kebersamaan dengan mengibarkan bendera kedaruratan yang sama.
Menuju tahun 2022, dengan latar yang demikian, kita sebenarnya sudah memiliki modal sosial politik yang kuat untuk masuk ke tahapan selanjutnya, yakni tahapan pemulihan sosial ekonomi. Dengan tetap berpijak kepada aturan-aturan atau protokol kesehatan yang telah disepakati, pemerintah harus mulai menemukan ruang-ruang kebijakan untuk akselerasi pemulihan ekonomi di satu sisi dan ruang-ruang kebijakan untuk intervensi sosial ekonomi di sisi lain, agar kalangan terdampak pandemik bisa segera ikut menikmati gelombang pemulihan ekonomi.
Pemerintah bersama DPR harus menggeser alokasi fiskal ke kebijakan-kebijakan yang produktif untuk mendorong pergerakan ekonomi nasional yang progresif dan ekspansif . Secara ekonomi, daya beli masyarakat harus segera dipulihkan, gebrakan investasi harus segera dikuatkan, dan belanja pemerintah harus mengenai tombol-tombol yang akan men-trigger pertumbuhan ekonomi di satu sisi dan mempercepat redistribusi pendapatan nasional di sisi lain, agar gerak langkah perekonomian nasional bisa segera normal seperti sedia kala.
Tekanan pandemik selama lebih kurang dua tahun terakhir terbukti telah menggeser jutaan masyarakat Indonesia ke jurang "nyaris miskin" alias labil secara ekonomi. Kondisi tersebut telah menekan pertumbuhan ekonomi nasional sejak tahun lalu dan memaksa pemerintah untuk merubah postur anggaran prapandemik menjadi anggaran pandemik dengan lobang defisit yang mendadak menganga lebar.
Publik sangat mewajari langkah fiskal pemerintah tersebut. Selain secara komparatif negara-negara di seluruh dunia melakukan hal yang sama, alokasi fiskal yang agresif dan progresif memang dibutuhkan untuk menopang daya tahan publik dari gebrakan pandemik yang sangat dekonstruktif. Karena itu, kemakluman publik tersebut harus direaksi oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal yang sensitif terhadap kepentingan publik, bukan kebijakan-kebijakan yang justru semakin menyuburkan oligarki ekonomi.
Kebijakan yang sensitif terhadap kepentingan publik berarti kebijakan yang berpengaruh pada pemulihan pendapatan masyarakat secara umum, kebijakan yang mendorong pembukaan lapangan kerja, mendorong perbaikan Sumber Daya Manusia, dan mengurangi lubang ketidakadilan ekonomi. Semoga di tahun 2022, pemerintah tetap bisa menjadi faktor penting dalam pemulihan dan perbaikan penghidupan masyarakat Indonesia di satu sisi dan semakin menguatkan daya tahan publik terhadap ancaman baru pandemik di sisi lain. Semoga!
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi
Kantor dan perusahaan satu persatu mulai beraktivitas normal, dengan aturan protokol kesehatan yang baru. Para pedagang mulai membuka lapak dan toko mereka, seiring dengan fakta konsumen yang juga mulai keluar rumah untuk berbelanja. Karena itu, kita kembali menyaksikan penyesakan kendaraan di jalan-jalan utama kota-kota besar, terutama Jakarta. Keramaian juga kembali nyaris seperti semula sebelum pandemik di stasiun-stasiun kereta dan terminal bus.
Di tahun 2021, berbagai harapan mulai kembali bersemi. Meski begitu, kita tidak boleh lengah. Karena pandemik sama sekali belum berakhir. Beberapa prediksi bahkan menyatakan bahwa Virus Covid-19 mungkin akan tetap bersama kita dalam jangka waktu yang cukup lama dengan penambahan beberapa varian Covid 19 yang membayangi. Jadi dengan asumsi itu, kita memang harus memilih untuk berubah. Selama kita belum mampu menaklukkan virus Covid-19, maka kita harus belajar menyesuaikan diri. Kita mau tak mau harus berinisiatif untuk terus beradaptasi.
Kita, sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab, bagaimanapun harus bahu-membahu dengan otoritas terkait, untuk menegakkan protokol kesehatan sebagaimana tuntutan keadaan, tanpa harus mempertentangkannya dengan idealitas demokrasi. Ada perbedaan yang tetap harus kita jaga dan kita kelola dengan baik, tapi ada kesamaan yang juga perlu kita pertahankan dengan sekuat tenaga, agar kita bisa bergerak ke arah yang sama, yakni ke arah keadaan yang lebih baik
Dengan kata lain, tentu kita harus menjaga suasana demokrasi dalam segala bidang, kita harus tetap menjunjung perbedaan pandangan, misalnya dalam hal kebijakan politik dan ekonomi, termasuk kebijakan-kebijakan tertentu yang terkait dengan pandemik, tapi kita pun harus bersepakat dan mengakui dengan hati yang bersih bahwa pandemik Covid-19 adalah masalah kita semua, tanpa pandang bulu. Pandemik adalah ancaman untuk semua umur, semua suku, semua kelas ekonomi, karena itu irisan pandangan terkait ancaman Covid-19 harus kita jaga agar kira semua tetap fokus mengatasinya
Dan di tahun 2021, kita terbilang berhasil meletakkan kesamaan pandangan tersebut sebagai “common ground” untuk menghadang laju infeksi Covid-19. Pemerintah terlihat cukup sensitif menerima berbagai masukan publik terkait kebijakan-kebijakan antisipasi dampak lanjutan pandemik di satu sisi, walaupun masih cenderung toleran pada partisipasi beberapa pejabat dalam peluang-peluang bisnis dari pandemik di sisi lain. Meski demikian, kita masih mampu mempertahankan harmoni dan kebersamaan dengan mengibarkan bendera kedaruratan yang sama.
Menuju tahun 2022, dengan latar yang demikian, kita sebenarnya sudah memiliki modal sosial politik yang kuat untuk masuk ke tahapan selanjutnya, yakni tahapan pemulihan sosial ekonomi. Dengan tetap berpijak kepada aturan-aturan atau protokol kesehatan yang telah disepakati, pemerintah harus mulai menemukan ruang-ruang kebijakan untuk akselerasi pemulihan ekonomi di satu sisi dan ruang-ruang kebijakan untuk intervensi sosial ekonomi di sisi lain, agar kalangan terdampak pandemik bisa segera ikut menikmati gelombang pemulihan ekonomi.
Pemerintah bersama DPR harus menggeser alokasi fiskal ke kebijakan-kebijakan yang produktif untuk mendorong pergerakan ekonomi nasional yang progresif dan ekspansif . Secara ekonomi, daya beli masyarakat harus segera dipulihkan, gebrakan investasi harus segera dikuatkan, dan belanja pemerintah harus mengenai tombol-tombol yang akan men-trigger pertumbuhan ekonomi di satu sisi dan mempercepat redistribusi pendapatan nasional di sisi lain, agar gerak langkah perekonomian nasional bisa segera normal seperti sedia kala.
Tekanan pandemik selama lebih kurang dua tahun terakhir terbukti telah menggeser jutaan masyarakat Indonesia ke jurang "nyaris miskin" alias labil secara ekonomi. Kondisi tersebut telah menekan pertumbuhan ekonomi nasional sejak tahun lalu dan memaksa pemerintah untuk merubah postur anggaran prapandemik menjadi anggaran pandemik dengan lobang defisit yang mendadak menganga lebar.
Publik sangat mewajari langkah fiskal pemerintah tersebut. Selain secara komparatif negara-negara di seluruh dunia melakukan hal yang sama, alokasi fiskal yang agresif dan progresif memang dibutuhkan untuk menopang daya tahan publik dari gebrakan pandemik yang sangat dekonstruktif. Karena itu, kemakluman publik tersebut harus direaksi oleh pemerintah dengan kebijakan fiskal yang sensitif terhadap kepentingan publik, bukan kebijakan-kebijakan yang justru semakin menyuburkan oligarki ekonomi.
Kebijakan yang sensitif terhadap kepentingan publik berarti kebijakan yang berpengaruh pada pemulihan pendapatan masyarakat secara umum, kebijakan yang mendorong pembukaan lapangan kerja, mendorong perbaikan Sumber Daya Manusia, dan mengurangi lubang ketidakadilan ekonomi. Semoga di tahun 2022, pemerintah tetap bisa menjadi faktor penting dalam pemulihan dan perbaikan penghidupan masyarakat Indonesia di satu sisi dan semakin menguatkan daya tahan publik terhadap ancaman baru pandemik di sisi lain. Semoga!
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi