-->

Bau Tim Mawar di Rusuh 21-22 Mei, Jalan Thamrin

Bekas anak buah Prabowo Subianto, Fauka Noor Farid, ditengarai berada di belakang unjuk rasa yang berakhir rusuh pada 21-22 Mei lalu. Melalui anak buahnya, Fauka dituding mengerahkan massa pada hari itu. Tempo menelusuri dugaan keterlibatan mantan anggota Kopassus tersebut.

Dahlia Zein baru selesai melahap makanannya di sebuah restoran Padang di perempatan Jalan Sabang, Menteng, Jakarta Pusat, saat telepon selulernya berdering, Rabu malam, 22 Mei lalu. Ketua Umum Baladhika Indonesia Jaya, organisasi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, tersebut mendapat laporan dari anak buahnya soal kisruh dalam unjuk rasa di sekitar gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum di Jalan M.H. Thamrin, yang berjarak sekitar 300 meter dari posisi Dahlia.

“Saya bilang, ‘Ya udah, benturin aja. Chaos-in aja sekalian,’” ujar Dahlia kepada Tempo di sebuah kafe di pusat belanja Cilandak Town Square, Sabtu, 1 Juni lalu.

Dahlia mengaku kesal karena polisi menyuruh pengunjuk rasa pulang setelah mereka berbuka puasa. Menurut dia, sejumlah anggota Baladhika dari berbagai daerah ikut berunjuk rasa mempersoalkan dugaan kecurangan dalam pemilu presiden. Membantah mengerahkan massa pengunjuk rasa ke Bawaslu, Dahlia mengatakan anak buahnya datang atas inisiatif sendiri.

Tak lama setelah percakapan itu, kericuhan terjadi di Jalan Wahid Hasyim, seberang gedung Bawaslu.

“Setelah makan, saya melihat sendiri polisi membubarkan pakai gas air mata,” kata Dahlia.

Tempo, yang berada di antara massa pengunjuk rasa, menyaksikan mereka membalas tembakan gas air mata dengan melemparkan batu dan petasan ke arah polisi. Malam sebelumnya, setelah polisi memukul mundur massa di depan gedung Bawaslu ke kawasan Tanah Abang, kericuhan juga terjadi dan merembet ke arah Petamburan, Jakarta Pusat. Seusai huru-hara, diketahui bahwa 8 orang tewas dan 700-an jiwa luka-luka.

Tempo membaca transkrip pembicaraan yang diduga antara Dahlia dan Ketua Bidang Pendayagunaan Aparatur Partai Gerakan Indonesia Raya Fauka Noor Farid melalui ponsel saat kerusuhan 22 Mei lalu. Fauka adalah anak buah Prabowo di Komando Pasukan Khusus. Ia anggota Tim Mawar yang terlibat penculikan aktivis pada 1998 dan divonis 16 bulan penjara. Fauka pensiun dini dengan pangkat letnan kolonel, lalu membantu pemenangan Prabowo pada pemilihan presiden 2014 dan 2019.

Dalam transkrip yang diperlihatkan polisi itu disebutkan bahwa Dahlia melaporkan kericuhan yang terjadi antara pengunjuk rasa dan polisi. Tertulis juga di situ bahwa Fauka menyatakan berada di sekitar gedung Bawaslu. Menurut transkrip tersebut, Fauka menyatakan bagus jika terjadi chaos, apalagi jika ada korban jiwa. Masih menurut transkrip yang sama, Fauka disebut meminta Dahlia mencarikan kamar untuknya di kawasan Cikini. Dua petinggi badan intelijen dan tiga penegak hukum yang ditemui Tempo membenarkan isi transkrip tersebut. Dua hamba wet menyatakan keberadaan Fauka di kawasan Sarinah, persis di seberang gedung Bawaslu.

Dahlia mengakui nomor telepon 0816-17XX-XXXX yang tertulis dalam transkrip tersebut sebagai miliknya. Nomor telepon Fauka juga sama dengan yang tertulis di situ. Tapi Dahlia dan Fauka membantah isi percakapan tersebut. Keduanya juga menyatakan tak saling berkomunikasi selama unjuk rasa.

Meski mengaku memerintahkan anak buahnya melawan, Dahlia mengatakan tak ingin ada korban jiwa dalam demonstrasi tersebut. Menurut dia, polisi seharusnya tidak membubarkan pengunjuk rasa yang baru selesai berbuka puasa. Dahlia membenarkan memesan kamar hotel di kawasan Cikini dan Tanah Abang.

“Bukan untuk Fauka, tapi buat anak buah saya yang datang dari daerah,” ujar Dahlia, yang mengaku dekat dengan Prabowo dan menjadi salah satu pengacara mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut.

Adapun Fauka membantah berada di dekat gedung Bawaslu saat unjuk rasa 22 Mei lalu. Menolak menyebutkan posisinya saat kericuhan terjadi, lulusan Akademi Militer tahun 1992 itu mengaku sedang berjumpa dengan teman satu angkatannya yang bertugas di Pasukan Pengamanan Presiden.

“Saya jauh dari Bawaslu,” katanya melalui telepon, Sabtu, 1 Juni lalu.

Ia juga membantah jika disebut menginginkan ada korban jiwa dalam demonstrasi itu.

“Instruksi dari Pak Prabowo jelas: unjuk rasa harus damai dan tak boleh anarkistis.”

Komandan Pasukan Pengamanan Presiden, Mayor Jenderal Maruli Simanjuntak, yang satu angkatan dengan Fauka di Akademi Militer, mengatakan sejak siang dia bersama Presiden Joko Widodo.

“Tidak ada lagi teman satu angkatan saya di Paspampres,” ujar Maruli.

• • •

Dugaan keterlibatan orang di sekitar Prabowo Subianto dalam unjuk rasa bukannya tak dicium pemerintah. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 17 Mei lalu, mengatakan pemerintah sudah mendeteksi adanya gerakan tersebut.

“Banyak orang mengkhawatirkan lingkungan Pak Prabowo. Lebih mengkhawatirkan lagi kalau orang-orang di lingkungannya bergerak tanpa setahu beliau,” ujar mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia tersebut.

Sehari sebelum kericuhan, polisi menahan mantan Komandan Jenderal Kopassus, Soenarko. Awalnya dilaporkan karena dugaan makar, Soenarko menjadi tersangka kasus kepemilikan senjata ilegal. Akhir Mei lalu, polisi juga menahan Kivlan Zen karena kasus makar. Kivlan, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat, dituding mendanai rencana pembunuhan empat pejabat negara. Soenarko dan Kivlan diketahui sebagai pendukung Prabowo.

Ihwal dugaan keterlibatan Fauka, dua sumber di Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi bercerita bahwa ia ikut merancang demonstrasi di Bawaslu beberapa pekan sebelumnya. Menurut keduanya, ada sejumlah pertemuan membahas rencana aksi massa tersebut, antara lain di kantor BPN di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Pertemuan itu juga dihadiri sejumlah tokoh loyalis Prabowo, petinggi Partai Gerindra, dan beberapa ulama dari berbagai daerah.

Menurut sumber yang sama, rapat perencanaan serupa diselenggarakan di sebuah hotel di sekitar Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Pertemuan tertutup yang juga dihadiri oleh Fauka itu diikuti sejumlah pemuka agama dari Jawa Timur. Dalam rapat yang berlangsung sejak pukul delapan malam hingga dinihari, peserta rapat tak boleh membawa ponsel. Fauka membantah ikut merencanakan unjuk rasa.

“Tidak ada pertemuan itu,” ucapnya.

Penelusuran Tempo menemukan bahwa sejumlah personel Garda Prabowo, organisasi yang didirikan dan dipimpin Fauka, terlibat dalam demonstrasi tersebut. Salah satunya Abdul Gani Ngabalin, yang memiliki beberapa nama alias, seperti Mamat, Kobra Hercules, dan Kobra 08--angka ini merujuk pada panggilan Prabowo saat berdinas di TNI. Abdul Gani adalah bekas anak buah Rozario Marshal alias Hercules, preman Tanah Abang. Gani kini ditahan di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya karena diduga terlibat dalam kerusuhan di sekitar Bawaslu.

Sejumlah sumber di Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengatakan Abdul Gani menjabat Panglima Garda Prabowo. Beberapa hari sebelum unjuk rasa, ia ditengarai diperintahkan Fauka bersiap-siap mengikuti demonstrasi, yang kemudian berujung ricuh. Sebelumnya, setelah pencoblosan 17 April lalu, ia diminta menjaga rumah Prabowo di Jalan Kertanegara. Menjelang 22 Mei, Abdul Gani diduga ikut mengerahkan massa dari berbagai daerah, antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Maluku. Sebagian diinapkan di daerah sekitar Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.

Endun, pengunjuk rasa yang beberapa kali mengikuti kegiatan Garda Prabowo di Jalan Kertanegara, menyaksikan Jalan Kertanegara dipenuhi ratusan pengunjuk rasa yang diangkut dengan sejumlah mobil pada 20 Mei lalu. Pria 39 tahun asal Majalengka, Jawa Barat, itu ditahan pada 21 Mei menjelang tengah malam di seberang gedung Bawaslu. Melalui seorang kenalannya, Tempo menemui Endun di Polda Metro Jaya sehari setelah Lebaran. Mandor bangunan yang mengagumi Prabowo itu mengaku tertarik bergabung dalam kegiatan Garda Prabowo karena dijanjikan bakal menjadi petugas pengamanan pasangan nomor urut 02 tersebut jika mereka memenangi pemilu.

Menurut Endun, Garda Prabowo kerap mengadakan pertemuan di sebuah tenda di dekat rumah Prabowo. Suatu kali anak buah Abdul Gani bernama Ripai memperkenalkan bosnya itu di hadapan anggota organisasi sebagai “Panglima Garda Prabowo”.

“Dia yang memimpin dan menggerakkan massa di lapangan,” kata Endun menirukan ucapan Ripai kala itu. Ditunjukkan foto Fauka Noor Farid, Endun mengaku sering melihatnya di Kertanegara. Tapi Endun menyatakan tak pernah melihat Fauka berhubungan langsung dengan personel Garda Prabowo.

Peran Abdul Gani tak hanya sampai di situ. Tempo membaca salinan percakapan di grup WhatsApp “Garda Prabowo” yang beranggotakan sekitar 30 orang. Abdul Gani--dengan nama “Oppocobra08”--tercatat sebagai admin grup tersebut. Salah satu percakapan di grup itu terkait dengan rencana people power atau pengerahan massa “skala lokal dan nasional” dengan melibatkan berbagai komponen, seperti organisasi kemasyarakatan, mahasiswa, dan organisasi buruh, menjelang pengumuman hasil pemilu presiden.

Dalam salinan itu disebutkan, jika Komisi Pemilihan Umum tak menyatakan Prabowo-Sandi sebagai pemenang, massa akan menduduki gedung KPU, Bawaslu, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Istana Negara supaya keputusan berubah. Tapi, jika KPU tak mengubah keputusan tersebut, pengunjuk rasa akan terus menduduki Istana hingga Jokowi lengser.

Abdul Gani kerap mengirimkan pesan berisi soal tudingan kecurangan oleh kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Ia pun kerap membakar semangat anggota grup dengan mengunggah kalimat seperti “hidup mulia atau mati syahid” atau “people power spektakuler”. Ditunjukkan isi percakapan itu, Endun--yang mengaku menjadi anggota grup tersebut-- membenarkannya.

Menurut Endun, personel Garda Prabowo berkumpul pada 21 Mei sore di Bundaran Hotel Indonesia. Di situ, ia berjumpa dengan Ripai dan diperintahkan bergerak ke arah gedung Bawaslu, bergabung dengan pengunjuk rasa lain. Saat itu, demonstrasi berjalan cukup tertib. Endun menyaksikan, sekitar pukul sepuluh malam, massa mulai meninggalkan kawasan Bawaslu.

Namun, tak lama kemudian, massa lain mulai berdatangan. Kericuhan mulai timbul. Endun menyaksikan massa mulai merusak penghalang di depan gedung Bawaslu. Saat itulah, kata Endun, Ripai berteriak, “Lawan polisi! Serang!” Endun mengaku ikut meneriakkan takbir. Setelah itu, ia tak melihat lagi sosok Ripai. Tiba-tiba saja dia menghilang. Sedangkan Endun ditangkap polisi. “Saya hanya korban,” ujar lulusan sekolah menengah pertama ini.

Dimintai tanggapan, Ripai awalnya membantah tergabung dalam grup WhatsApp “Garda Prabowo” dan mengikuti unjuk rasa di Bawaslu. Tak berapa lama, laki-laki asal Ternate, Maluku Utara, itu mene-lepon dan membenarkan ikut berdemonstrasi. Tapi bukan pada 21 Mei seperti disebutkan Endun. “Hari itu saya berjaga di rumah Prabowo. Saya baru ke Bawaslu tanggal 22 Mei,” ucapnya. Ripai menyangkal ikut meneriakkan perlawanan terhadap polisi.

Hari itu Abdul Gani Ngabalin juga ikut berunjuk rasa. Dua jam sebelum azan magrib, pesan pendek beredar ke ponsel sejumlah penggerak massa. Tempo membaca pesan pendek tersebut pada pekan lalu. Isinya soal rencana kerusuhan yang akan dimulai pada pukul 19.15 WIB. Tertulis dalam pesan itu bahwa kerusuhan menunggu perintah dari Garda Prabowo. Tak berbeda jauh dari waktu yang disebutkan dalam pesan pendek itu, kerusuhan pun pecah. Tak lama berselang, Abdul Gani mendapat perintah dari Fauka Noor Farid untuk menghapus seluruh percakapan mereka di WhatsApp.

Malam itu juga polisi menangkap Abdul Gani, yang diduga terlibat kericuhan. Hasil tes urine menunjukkan dia menggunakan narkotik jenis sabu. Tempo mencoba menemui Abdul Gani alias Kobra Hercules yang ditahan di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Tapi Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan Kobra tak bisa ditemui. “Tidak boleh. Masih dalam pemeriksaan,” ujarnya.

Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, mengaku tak mengetahui ihwal rapat perencanaan unjuk rasa. Ia juga tak mengetahui peran Abdul Gani dalam kerusuhan tersebut. Menurut politikus Gerindra ini, Garda Prabowo juga bukan organisasi resmi partainya. “Itu relawan saja,” katanya.

Fauka Noor Farid mengaku mengenal Abdul Gani Ngabalin. Tapi ia membantah memiliki kedekatan dengan pria asal Pulau Kei, Maluku, tersebut. Fauka pun menyangkal memerintahkan Abdul Gani ikut berunjuk rasa atau menghapus isi percakapan mereka. Dia juga menyangkal jika Kobra disebut menjadi panglima, bahkan anggota Garda Prabowo. “Saya kan Ketua Umum Garda Prabowo. Kalau secara resmi mau masuk, kan harus ada surat. (Untuk Abdul Gani) itu tidak ada,” ujarnya.

Anak buah Abdul Gani, Ripai, justru mengatakan bosnya itu dekat dengan Fauka. Ripai menyaksikan, beberapa hari sebelum unjuk rasa berlangsung, di sebuah lapangan di kawasan Cijantung, Fauka memberikan seragam loreng kepada Gani. Seragam resmi Garda Prabowo itu kemudian diberikan Gani kepada Ripai. “Dia Panglima Garda Prabowo,” kata Ripai.

Stefanus Edi Pramono, Raymundus Rikang
Wartawan Tempo

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel